saya kadang-kadang berpikir, jangan-jangan konflik Palestina-Israel
tidak akan selesai "ila yaum al-qiyamah", sampai hari kiamat.
Satu-satunya harapan adalah jika kedua belah pihak lelah dan bosan
perang, lalu dengan "sadar" meletakkan senjata dan saling jabat tangan.
Tetapi titik-lelah itu belum kelihatan hingga sekarang. Jadi Kita harus
siap untuk melihat jatuhnya korban terus-menerus di waktu-waktu
mendatang.
Sudah berkali-kali usaha untuk mendamaikan kedua belah
pihak dilakukan oleh komunitas internasional, tetapi gagal terus dan
terus-menerus gagal.
Masing-masing pihak mempunyai versinya masing-masing kenapa usaha diplomatik itu gagal.
Pihak Israel sudah tentu menyalahkan pihak Palestina : sejak zaman PLO
di bawah Arafat hingga sekarang ini di mana Hamas muncul ke permukaan
menggantikan popularitas PLO.
Pihak Palestina dan negara-negara
Arab, kemudian diamini juga oleh dunia Islam, tentu menyalahkan pihak
Israel sebagai biang kegagalan usaha diplomatik itu.
•Mari kita lihat konflik ini dalam perspektif yang lebih luas sehingga kita bisa lebih "tenang" memahaminya.
Tak ada dalam sejarah manusia di mana sebuah bangsa dibenci secara
sistematis, menjadi sasaran prasangka buruk, stereo-type, rasialisme,
dan persekusi seperti dialami oleh bangsa Yahudi. Itulah sebabnya di
Eropa di mana bangsa Yahudi mengalami banyak persekusi dan diskriminasi
selama berabad-abad dikenal istilah "Jewish question", masalah Yahudi.
Debat menganai "Jewish question" ini berlangsung lama sekali di Eropa
dan baru tuntas pada pertengahan abad ke-20.
Secara kuantitas,
bangsa Yahudi tidaklah besar jumlahnya. Total jumlah orang Yahudi di
seluruh dunia saat ini mungkin tak lebih dari 15 juta orang. Sebagian
besar mereka tinggal di Israel dan Amerika. Selebihnya mereka
terserak-serak sebagai koloni kecil-kecil di berbagai belahan dunia,
mulai dari Eropa, Amerika Latin, Asia, termasuk di negeri-negeri Arab
sendiri. Tetapi bangsa yang kecil jumlahnya ini menjadi sasaran
prasangka buruk dan kebencian oleh banyak pihak sejak zaman dahulu.
Pertama-tama yang layak kita sebut adalah pihak Kristen.
Selama beradad-abad, bangsa Yahudi menjadi sasaran diskriminasi dari pihak Kristen.
Konflik antara Kristen dan Yahudi sudah berlangsung sejak awal, bahkan sejak kelahiran agama Kristen itu sendiri.
Pertikaian antara orang-orang Yahudi dan Kristen bukan sekedar
pertikaian politik biasa, tetapi juga pertikaian yang dijustifikasi
secara teologis melalui ajaran agama : ajaran Tuhan.
Lalu datang Islam.
Sejak awal, pertikaian antara Islam dan Yahudi sama sekali tak terhindarkan.
Pada saat Nabi Muhammad datang diMadinah, ada sejumlah koloni orang-orang Yahudi di sekitar Madinah.
Karena konflik dengan Nabi dan umat Islam saat itu, orang-orang Yahudi
ditumpas habis dan sebagian lagi diusir secara total dari kawasan itu.
Pada saat Islam berjaya sebagai kekuatan politik di kawasan Arab pada
rentang antara abad 8 hingga abad 15 Masehi, bangsa Yahudi sebetulnya
menikmati suasana yang lebih bersahabat di dunia Islam ketimbang di
dunia Kristen.
Tetapi, kebencian pada Yahudi sebagai sebuah
agama tetap bertahan secara endemik dalam Islam. Bangsa Yahudi
digambarkan sangat negatif dalam beberapa ayat di Quran, dan kemudian
disokong pula dengan sejumlah hadis.
Contoh kecil saja: sebuah hadis
terkenal menyebutkan bahwa pada akhir zaman nanti Nabi Isa (atau Yesus)
akan turun kembali ke bumi (persis dengan keyakinan dalam Kristen).
Menurut hadis itu, tugas Nabi Isa pada saat itu, antara lain, adalah
untuk menghancurkan salib dan membunuhi orang-orang Yahudi.
Sebuah hadis lain menyebutkan bahwa dua frasa di ujung Surah al-Fatihah
(bab pembuka dalam Quran) merujuk kepada orang Kristen dan Yahudi. Dua
frasa itu adalah: "al-maghdub 'alaihim" (orang-orang yang dibenci oleh
Tuhan)
dan "al-dallin" (orang-orang yang sesat). Orang yang dibenci
(al-maghdlub) Tuhan maksudnya, sebagaimana dijelaskan oleh hadis itu,
adalah orang Yahudi,
sementara orang-orang yang sesat (al-dldloolliiin) adalah orang-orang Kristen.
Karena pengaruh Kitab Suci sangat mendalam pada umatnya, kita bisa
membayangkan bagaimana dua frasa yang diulang-ulang pd saat setiap salat
dan sembahyang oleh seluruh umat Islam ini memiliki pengaruh dalam
membentuk prasangka buruk terhadap bangsa Yahudi.
Baik agama Kristen atau Islam mengandung unsur-unsur ajaran yang bisa membiakkan kebencian pada bangsa Yahudi.
Ini bukan kebencian biasa, tetapi kebencian yang dijustifikasi oleh
firman dan ajaran Tuhan sehingga pengaruhnya sangat mendalam.
Tak heran sama sekali jika kebencian pada agama dan bangsa Yahudi bertahan selama berabad-abad.
Kalau kita baca sejarah, tidak ada bangsa yang mengalami korban sebagai
sasaran kebencian selama dan seserius seperti dialami oleh bangsa
Yahudi.
Yang mengherankan, jumlah mereka sangat kecil sekali,
tetapi kebencian pada mereka sungguh tak sebanding dengan jumlah itu.
Atau justru karena mereka kecil lah dengan mudah menjadi "kambing hitam"
di mana-mana. Persis seperti dialami oleh kaum minoritas di manapun
yang cenderung dijadikan sasaran demonisasi dan pengambing-hitaman.
Di dunia Islam, jelas orang-orang Yahudi saat ini merasa kurang nyaman.
Oleh karena itu, sejak berdirinya negara Israel pada tahun 1948, jumlah
orang Yahudi yang tinggal di kawasan Arab merosot tajam. Mereka kurang
merasa nyaman tinggal di lingkungan yang kurang bersahabat dengan
mereka.
Dalam periode pra-modern, memang dunia Islam memperlakukan
bangsa Yahudi jauh lebih baik ketimbang dunia Kristen di Eropa. Tetapi
secara umum, kondisi orang-orang Yahudi di dunia Islam pun pada zaman
dahulu tetap menjadi sasaran diskriminasi dan kebencian.
Sebagaimana
sudah saya sebut, kebencian pada Yahudi dalam Islam tertanam melalui
ajaran Islam itu sendiri, sebagaimana juga dalam Kristen.
Kebencian itu mendalam sekali karena dijustifikasi dengan ajaran agama.
•Poin yang ingin saya sampaikan adalah bahwa bangsa Yahudi yang kecil
jumlahnya itu menjadi sasaran kebencian dari banyak pihak.
Anda bisa
bayangkan, bagaimana perasaan sebuah bangsa kecil yang dibenci oleh dua
agama besar selama berabad-abad, yaitu Kristen dan Islam.
Sekarang
ini, jumlah pengikut kedua agama itu boleh jadi lebih dari 2,5 milyar.
Dari jumlah sebanyak itu, ada persentasi yang cukup besar,
sekurang-kurangnya dari sebagian kalangan Islam, yang sangat membenci,
atau minimal kurang bersahabat, dengan bangsa Yahudi. Tentu keadaan
semacam ini menciptakan rasa yang sangat tidak aman bagi orang-orang
Yahudi.
Bagaimana mungkin orang Yahudi yang hanya berjumlah tak
lebih dari 15 juta itu bisa merasa aman di tengah-tengah bangsa-bangsa
yang membenci dan mempunyai stereo-type negatif mengenai mereka? Jangan
lupa, kebencian ini sudah berlangsung berabad-abad, dan karena itu sudah
merasuk ke dalam psyche bangsa-bangsa yang membenci orang-orang Yahudi
itu.
Ini yang menjelaskan kenapa bangsa Yahudi, terutama di Israel,
mempunyai instink yang sangat kuat untuk membangun pertahanan diri,
kadang-kadang instink itu bekerja secara berlebihan, meskipun hal itu
bisa kita pahami. Sebab bangsa Yahudi mempunyai memori yang sangat buruk
mengenai masa lalu mereka. Jika mereka kehilangan negara Israel yang
sudah berhasil mereka dirikan dengan susah payah itu, mereka khawatir
akan kembali kepada "zaman kegelapan" yang berlangsung sejak
berabad-abad sebelumnya.
Ini yang menjelaskan kenapa Israel
bersikap tanpa kompromi pada Hamas sebab kelompok ini memiliki misi
khusus untuk menghancurkan negara Israel.
Di mata Israel, Hamas jelas semacam mimpi-buruk yang menghantui mereka.
Bangsa Yahudi jelas tak mau jatuh ke masa silam yang buruk, ke zaman pogrom dan holocaust.
Tetapi justru di sini letak kelemahan bangsa Yahudi di Israel dan di
manapun saat ini. Karena terlalu dihantui oleh masa lampau yang pahit,
reaksi mereka terhadap ancaman saat ini terlalu berlebihan.
Yang menjadi korban adalah bangsa Palestina.
Sebagai sebuah negara, Israel, negara Yahudi itu, saat ini sudah cukup
kuat dan sangat makmur. Memang kita bisa paham kenapa Israel selalu
merasa khawatir ,was-was dan tidak aman selama ini, sebab ia dikepung
oleh tetangga-tetangga yang sangat membenci keberadaannya.
Kalau di awal tulisan ini saya mengtakan bahwa konflik Palestina-Israel
boleh jadi tak akan pernah selesai, di ujung tulisan ini saya ingin
mengemukakan sebuah harapan.
Salah satu harapan itu adalah jika
pihak bangsa Yahudi dan bangsa Arab, terutama Palestina, bisa mengatasi
"masa lalu" mereka masing-masing.
Bangsa Yahudi harus melepaskan
diri dari "mentalitas diaspora" yang membuat mereka merasa terancam
terus dan selalu mencurigai tetangga-tetangganya.
Jika mentalitas
ini tak bisa diatasi, maka negara Israel akan terus mencari musuh dengan
tetangga-tetangga dekatnya seperti kita saksikan sekarang ini.
Dari pihak bangsa Arab, tantangan terbesar adalah mengatasi "rasa
superioritas" mereka sebagai bangsa yang pernah berjaya selama
berabad-abad di kawasan Arab dan sekitarnya, dan merasa bahwa bangsa
Yahudi tak punya hak untuk mendirikan negara di tanah Palestina, sebab
hal itu akan melukai rasa superioritas itu.
Dari pihak umat
Islam sendiri secara keseluruhan juga ada tantangan yang sangat berat
jika mereka benar-benar ingin ikut menyelesaikan masalah
Palestina-Israel ini. Selama ini, kita semua tahu, ajaran yang membenci
bangsa Yahudi diajarkan terus di sekolah-sekolah agama di seluruh dunia
Islam, sejak zaman klasik hingga sekarang.
Bagaimana mungkin dunia
Islam mau menyelesaikan masalah Palestina-Israel jika ajaran-ajaran yang
membenci bangsa Yahudi ini terus ditularkan dari satu generasi ke
generasi berikutnya?
Menurut saya, harus ada reinterpretasi
ulang atas sejumlah ayat dan hadis yang membenci bangsa Yahudi dan
selama ini diajarkan di lembaga-lembaga Islam.
Jika tidak, maka selamanya akan terjadi kebencian dan permusuhan antara umat Islam dan bangsa Yahudi.
Saya tak percaya bahwa umat Islam akan berhenti membenci bangsa Yahudi
seandainya pun misalnya, bangsa yahudi dengan sukarela membubarkan
negara Israel lalu pergi dari tanah Palestina.
Menurut saya, masalahnya lebih serius dari sekedar masalah "tanah".
Yang bermasalah adalah doktrin dalam agama itu sendiri.
Apa yang saya tulis ini jelas tak populer di kalangan Islam saat ini.
Boleh jadi, tulisan ini dianggap sebagai bagian dari konspirasi Yahudi pula. Silahkan saja.
Dengan terus terang saya katakan, saya bukan "fans" atau pendukung ringan, apalagi berat, negara Israel.
Saya benci dan jengkel pada tindakan dan kebijakan pemerintah Israel selama ini terhadap bangsa Palestina.
Tetapi kita juga harus jujur melakukan otokritik pada diri kita sendiri.
Ada sikap-sikap yang salah dan tak tepat juga di kalangan umat Islam
terhadap bangsa Yahudi yang jumlahnya sangat kecil itu. Sikap-sikap yang
berdasarkan pada doktrin agama itu harus dikritik jika umat Islam
memang benar-benar ingin menegakkan perdamaian di bumi Palestina.
الإسلام قناعة تسري إلى القلب .. إذ لو كان سبيل الإسلام إلى المجتمع
متمثلاً في امتلاك زمام الحكم، لما أعرض عنه رسول الله صلى الله عليه وسلم
وقد دعي إليه يوم فاوضته قريش أن يكون هو الملك عليهم والمتنفذ فيهم. لقد
علمتنا سيرة رسول الله صلى الله عليه وسلم، وواقع التاريخ، وتجارب
الربانيين والدعاة إلى الله، أن العرش الذي يتربع عليه الإسلام هو الأفئدة
والعقول، ثم إنه يستقر بعد ذلك نظاماً وأخلاقاً في المجتمع